STRATEGI PENANGGULANGAN TERORISME DI INDONESIA




DISUSUN OLEH

Nama         : Mauren Intan Pratiwi
NPM          : 14816318
Kelas          : 1MA07




Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Gunadarma
2017/2018


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan puji dan syukur atas segala nikmat yang telah diberikan kepada penulis, baik kesempatan maupun kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah PKN ini dengan baik. Salawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita Rasulullah SAW, yang telah membawa manusia dari alam jahiliyah menuju alam yang berilmu seperti sekarang ini.

Penyusunan tugas ini dilakukan guna memenuhi tugas mata kuliah Pendikan Kewarganegaraan. Makalah ini dapat hadir seperti sekarang ini tak lepas dari bantuan banyak pihak. Untuk itu sudah sepantasnyalah kami mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah berjasa membantu penulis selama proses pembuatan makalah ini dari awal hingga akhir.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak yang luput dari perhatian penulis. Baik itu dari bahasa yang digunakan maupun dari teknik penyajiannya. Oleh karena itu, dengan segala kekurangan dan kerendahan hati, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk memperbaiki makalah ini kedepannya.

Akhirnya, besar harapan penulis agar kehadiran makalah PKN ini dapat memberikan manfaat yang berarti untuk para pembaca.


Jakarta, 20 Juni 2017

         Penulis




BAB1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beberapa dekade terakhir ini, Indonesia telah mengalami cukup banyak serangan terorisme. Terorisme merupakan sebuah ancaman bagi suatu negara. Keberadaan terorisme merupakan tanda ketidakstabilan suatu negara. Persoalan ini hingga sekarang menjadi ancaman dan diskursus dan masih menjadi topik hangat diskusi di ruang akademik maupun di kalangan masyarakat umum.
Kata terorisme dalam bahasa Latin disebut dengan terrere yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi terror yang memiliki arti suatu situasi yang dikondisikan sedemikian rupa agar menimbulkan rasa takut yang mengecam nyawa manusia, dengan harapan diperhatikan oleh publik pada umumnya, dan khususnya pihak yang dijadikan sasaran teroris. Teror mengandung arti penggunaan kekerasan, untuk menciptakan atau mengkondisikan sebuah iklim ketakutan di dalam kelompok masyarakat yang lebih luas, daripada hanya pada jatuhnya korban kekerasan.
Dampak serangan teror tidak hanya berpengaruh dalam bentuk fisik, namun juga dapat menimbulkan dampak yang lebih luas seperti pada bidang  politik dalam dan luar negeri, kondisi sosial, ekonomi, dan jelas pada keamanan Indonesia.
Pada perkembangannya saat ini, terorisme dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime dan termasuk ke dalam tindak kejahatan perang genosida. Ancaman terorisme semakin membuka mata setiap negara bahwa kondisi tersebut bisa menjadi penyebab timbulnya perpecahan antar negara.
Masalah terorisme bagi Indonesia merupakan isu politik kontemporer yang dihadapi oleh bangsa dan negara. Selama ini Indonesia telah menjadi target terorisme baik yang bersifat domestik maupun internasional. Selain itu, Indonesia juga dijadikan perekrutan pelaku terorisme. Dan sebagian besar aksi terorisme dilakukan sebagai bentuk perlawanan kepada pemerintah Indonesia.
Sebagai negara yang menghadapi ancaman terorisme, Indonesia memiliki kepentingan besar untuk mengembangkan suatu strategi dan kebijakan  penanganan dan penanggulangan terhadap terorisme sehingga benar-benar dapat diaplikasikan sampai pada tingkat bawah. Strategi yang mampu mengatasi berbagai kelemahan yang saat ini masih ada, menjadi sebuah tuntutan mengingat fenomena terorisme tidak dapat diatasi dengan waktu yang sangat cepat, melainkan sangat dibutuhkan waktu dan proses yang cukup panjang.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Strategi seperti apa yang dapat digunakan untuk menanggulangi terorisme di Indonesia?
2.      Faktor apa saja yang dapat menjadi penghambat strategi penanggulangan terorisme di Indonesia?
3.      Dampak seperti apa yang ditimbulkan dari radikalisasi?

1.3  Tujuan
1.      Mengetahui strategi seperti apa yang dapat digunakan untuk menanggulangi terorisme di Indonesia.
2.      Mengetahui faktor apa saja yang dapat menjadi penghambat strategi penanggulangan terorisme di Indonesia.
3.      Mengetahui dampak seperti apa yang ditimbulkan dari radikalisasi.



BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Strategi Penanggulangan Terorisme
            Penanggulangan terorisme terdiri dari empat langkah, yaitu :
1.      mengatasi ideologi terorisme/kekerasan;
2.      membatasi ruang gerak teroris dalam melakukan serangan teroris;
3.      membatasi ruang gerak terorisme dalam melakukan perekrutan atau kaderisasi;
4.      memberikan sosialisasi terhadap masyarakat
Agar langkah-langkah tersebut terealisasikan dengan baik maka perlu dilakukan upaya sebagai berikut :
Upaya atau langkah pertama dalam mengatasi ideologi terorisme/kekerasan ialah melakukan penyesuaian terhadap sistem dan format  pendidikan pada tahap dini, artinya memperkuat ideologi Pancasila kepada generasi bangsa di lembaga pendidikan dan menanamkan rasa tenggang rasa serta toleransi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tidak hanya terfokuskan pada generasi tahap dini namun juga masyarakat secara keseluruhan dengan tujuan agar Pancasila dapat menjadi nilai atau ideologi setiap warga negara sehingga memiliki daya tangkal terhadap ancaman terorisme dan radikalisme. Seiring dengan itu, adanya penegakkan aturan tegas terhadap bentuk-bentuk radikalisme yang mempengaruhi kecenderungan kekerasan di berbagai kalangan masyarakat. Cara ini dilakukan supaya tertanamnya sikap solidaritas nasional terhadap kebhinekaan Indonesia serta terbangunnya rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Dengan pemerintah memberikan ruang publik yang luas untuk melaksanakan hak-hak ekonomi dan politik mengingat salah satu faktor kuat timbulnya terorisme di Indonesia adalah kesenjangan sosial selain itu juga harus ada aturan yang tegas.
Langkah yang ke dua, yaitu membatasi ruang gerak teroris dalam melakukan serangan teroris. Upaya yang telah dilakukan adalah memperkuat  pengawasan dan kontrol wilayah perbatasan darat, udara, dan laut yang dilakukan oleh aparat TNI dengan menambah kualitas kemampuan pertahanan dan keamanan serta memperkuat peran instansi keimigrasian dan bea cukai dalam mengawasi lalu lintas orang dan barang dan diiringi dengan meningkatkan kemampuan aparat  polisi, TNI, dan intelejen serta sumber daya manusia (keahlian). Pengawasan oleh aparat ini rentan terhadapan resistensi hubungan luar negeri jadi untuk meminimalisir adanya resisten antar negara pemerintah melakukan peningkatan koordinasi serta kerjasama dengan negara-negara sahabat dalam lingkup bilateral, regional, ataupun multilateral.
Langkah ke tiga, yaitu membatasi ruang gerak terorisme dalam melakukan perekrutan atau kaderisasi. Upayanya adalah melakukan kerjasama dengan tokoh agama dan budaya untuk lebih mengeratkan kebersamaan dan  persatuan kesatuan sehingga dapat meningkatkan pemahaman di tingkat masyarakat tentang bahaya terorisme dengan menjadikannya musuh bersama. Disamping itu, melaksanakan kegiatan sosialisasi dan penyuluhan aturan hukum dengan materi penyajian tentang Peraturan Perundang-Undangan tindak pidana terorisme secara nasional.
Langkah ke empat, yaitu memberikan sosialisasi pada masyarakat dalam  bentuk penyuluhan, penyadaran, dan pelatihan agar masyarakat menjadi bagian aktif dari segenap strategi pemerintah dalam menanggulangi terorisme. Upayanya adalah pengenalan dan penyuluhan karakteristik terorisme dan pola gerakan para teroris serta doktrin terorisme tentang sisi negatifnya dalam pemahaman ideologi mereka sehingga masyarakat dapat terlatih kewaspadaannya terhadap ancaman terorisme. Hal ini diharapkan masyarakat dapat membantu pemerintah dalam menangkal gerakan terorisme sejak dini karena masyarakat menjadi subjek utama dalam upaya mencegah terorisme dan serangan terorisme, serta menjadi instrumen aktif pemerintah dalam melawan terorisme, disamping melindungi keselamatan mereka.

2.2 Faktor Penghambat
Kendala pertama adalah tidak adanya penetapan indikator tolak ukur dan ukuran baku untuk menilai taraf keberhasilan usaha. Hal ini di perlukan untuk mengetahui sejauh mana strategi ini dapat diaplikasikan, manfaat lain adanya indikator pencapaian usaha ialah dapat dievaluasi secara lebih obyektif dan terukur. Selain itu juga, dapat dilakukan  perencanaan dan tindakan kedepan. Ini yang menjadi kekurangan pemerintah sebab mengingat isu terorisme merupakan ancaman yang sangat berbahaya bagi  bangsa Indonesia.
Kedua, Supremasi Hukum mengenai penanggulangan terorisme belum ada. Upaya menanggulangi membutuhkan instrumen pengatur yang jelas. Dalam Undang-Undang No.15 Tahun 2003 hanya membahas tetang penanganan terorisme saja, tidak mencakup tentang pencegahan dan penanggulangan terorisme sehingga terjadi ketidakjelasan dalam melakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan terorisme. Aparat kepolisian dan TNI hanya dapat bergerak  jika terjadi tindakan represif
Ketiga, kurangnya koordinasi yang baik dengan TNI, Polri, Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga Pendidikan, Lembaga Psikologi, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Tokoh-tokoh agama serta tokoh masyarakat sehingga membuat kebingungan dalam pelaksanaan penanggulangan terorisme. Kendala lain yang harus dihadapi adalah kualitas Sumber Daya Manusia yang sebaggian besar masih rendah terutama pada tingkat kesehatan dan  pendidikan, tidak tersedianya lapangan pekerjaan bagi kelompok masyarakat yang  berpendidikan tinggi, masyarakat yang berkompeten namun memiliki wawasan keagamaan yang sempit, dan kebebasan berorganisasi yang dimanfaatkan bagi  proses tumbuhnya organisasi yang bersifat radikal, selain itu juga selain itu juga kondisi ekonomi yang umumnya masih berada pada tingkat marjinal sehingga menjadi pembatas untuk berpartisipasi dalam pembangunan, serta komunitas kecil masyarakat yang masih bersimpati terhadap aliran radikal dan tindakan teroris.

2.3 Dampak Radikalisasi
Pendekatan deradikalisasi yang digalakan oleh pemerintah sangat rinci dari mulai pertahanan melalui hukum sampai pada implementasi dilapangan. Pemerintah fokus pada program deradikalisasi karena dinilai akar dari munculnya terorisme dikarenakan pemahaman agama yang sempit namun hal ini harus dilakukan dengan cara yang hati-hati karena bisa jadi bumerang bagi bangsa Indonesia.
 Ketika hal ini dipertimbangkan ulang, yang menjadi korban dari peraturan ini bukanlah para teroris namun warga yang mempunyai keyakinan agama yang sama namun tidak terlibat dalam kelompok terorisme. Dari perspektif logika,  pemerintah menciptakan gesekan antar umat beragama sebab secara tidak langsung fokus pemerintah adalah kepada satu aliran agama sehingga timbul spekulasi bahwa penganut dengan agama itulah yang harus diwaspadai. Tidak dipungkiri bahwa kaum radikal lahir dari rasa fanatisme yang berlebih terhadap agama yang dimiliki. Jika deradikalisasi ini tidak dilakukan dengan kehati-hatian level tertinggi maka akan timbul rasa kekecewaan yang mendalam maka hal ini akan dimanfaatkan oleh para terorisme untuk memperkuat kekuatan mereka dan timbulah rasa terdiskriminasi bagi mereka yang tidak tergabung dalam kelompok terorisme namun memiliki keyakinan yang sama. Aksi balas dendam dari aksi deradikalisasi.
Deradikalisasi mempunyai serangkaian kegiatan yaitu, reedukasi, reihabilitasi, dan reintegrasi. Reedukasi adalah melakukan pembelajaran tentang kebenaran agama, artinya melakukan pelurusan pemahaman tentang ideologi yang mereka teladani merupakan ideologi yang tidak sesuai dengan ajaran agama yang sebenarnya. Rehabilitasi yaitu memulihkan pemikiran dan keadaannya sehingga  pihak yang direhabilitasi sedikit demi sedikit mau menerima tentang kondisi yang  berbeda disekitarnya. Reintegrasi adalah sebelum narapidana ini bebas perlu dilakukan pengutuhan tentang ideologi baru yang diteladaninya sehingga dapat diketahui apakah mereka sudah bisa menerima dan kembali kepada kebenaran mayoritas secara sepenuhnya.
Namun, upaya ini dinilai efektif dalam pemberantasan dan  penanggulangan terorisme, disamping itu tetap diperlukannya pengkoreksian pada  pada setiap kasus-kasusnya. Seperti perlindungan hak asasi anggota-anggota  potensial setiap upaya ini. Program ini sudah dicoba dilakukan pada narapidana terorisme yaitu mantan anggota JI antara Nasir Abbas, Ali Imron dan kawan lainnya, yang kemudian para tersangka tobat dan mau membantu keberhasilan  program deradikalisasi dengan rangkaian redukasi, rehabilitasi, reintegrasi. Sekarang mantan tahanan itu membantu pemerintah.
  

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Strategi penanggulangan terorisme di Indonesia memilik empat langkah, yaitu : mengatasi ideologi terorisme/kekerasan; membatasi ruang gerak teroris dalam melakukan serangan teroris; membatasi ruang gerak terorisme dalam melakukan perekrutan atau kaderisasi; memberikan sosialisasi terhadap masyarakat.
Pada serangkaian upaya tersebut, strategi ini berfokus pada penetralisiran ideologi radikal. Karena pemerintah menganggap bahwa cikal bakal tumbuhnya terorisme adalah dari ideologi yang radikal. Maka, deradikalisasi diperlukan dalam menanggulangi terorisme di Indonesia dan dengan mengembalikan ideologi  bangsa yaitu Pancasila sebagai dasar falsafah hidup bernegara. Namun hal ini dapat menciptakan konflik baru di tengah-tengah masyarakat jika tidak dilakukan dengan kehati-hatian level tertinggi. Hal ini disebabkan pemerintah belum dapat membedakan antara terorisme dan radikalisme padahal radikalis atau fundamentalis belum tentu teroris.

3.2 Daftar Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

Translate

INSTAGRAM FEED

@maurenintan